Rabu, 23 Juni 2010

Swasembada Daging Indonesia

Kebutuhan protein hewani rakyat Indonesia saat ini mulai menempati kondisi yang cukup kritis. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan protein yang berasal dari daging, telur dan susu ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Salah satu yang menjadi sorotan utama pemerintah dalam menangani kecukupan protein hewani adalah dengan pencanangan swasembada daging 2010.
Tolak ukur suatu negara sudah mencapai swasembada daging adalah telah tercapainya swasembada daging sapi di negara tersebut. Pada data populasi ideal, seharusnya pada tahun 2008 ada 14.938.300 ekor sapi potong untuk memenuhi kebutuhan nasional, tetapi menurut Biro Pusat Statistik, pada tahun 2008, baru ada 11.869.000 ekor sapi potong di Indonesia. Artinya kita baru bisa memenuhi 79,45% dari total kebutuhan local. Berdasarkan data tersebut, kebutuhan daging dan populasi sapi potong di Indonesia menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut masih berada jauh di bawah angka yang ideal. Diperkirakan pada tahun 2010 jika tidak dilakukan upaya terobosan, maka penyediaan sapi dalam negeri hanya mencapai 62,6% atau 259,2 ribu ton, sehingga impor akan semakin membengkak mencapai 37,4% atau apabila disertakan dengan sapi lokal kekurangan sebanyak 708.900 ekor. Devisa yang akan terkuras untuk mengimpor sapi dan dagingnya akan mencapai Rp 23,4 triliun (Dirjen Peterrnakan, 2007)
Beberapa hal yang terjadi selama ini dan menjadi faktor penghambat berkembangnya upaya-upaya swasembada daging adalah jumlah sapi bakalan dan induk terbatas sedangkan selama ini Indonesia mengimpor sapi bakalan dari Australia. Selain itu, potensi sapi betina dewasa tidak digunakan secara produktif karena 28% dari sapi-sapi yang dipotong di RPH merupakan sapi betina produktif. Peternak rakyat banyak menjual cepat sapi betina tersebut rata-rata karena tuntutan ekonomi, terlebih lagi penyediaan pakan yang mahal. Pakan yang masih impor akan mempengaruhi perkembangan peternakan lokal, karena jika kita belum bisa berswasembada pakan, akan berimbas pada peternak juga di masa depan bila ada masalah dengan impor pakan.
Perspektif kecukupan daging 2010 megacu pada tiga program Departemen Pertanian, yaitu: Program Pengembangan Agribisnis (PPA), Program Peningkatan Kesejahteraan Petani (PPKP) dan Program Ketahanan Pangan.
Rekomendasi upaya swasembada daging salah satunya adalah mulai diberlakukannya tunda potong bagi sapi betina produktif dan disertai dengan penambahan jumlah sapi induk melalui impor dari Australia. Jika swasembada ini didukung oleh kebijakan tunda potong dan impor induk maka diperkirakan 91% kebutuhan di dalam negeri dapat dipenuhi, sisanya 7% dari usaha feedlot dan 2% impor serta jumlah populasi akan meningkat menjadi 15 juta ekor.
Penambahan jumlah bibit sapi pada upaya ini dapat pula didukung dengan adanya pengembangan bioteknologi melalui superovulasi yang diterapkan pada teknologi transfer embrio ataupun fertilisasi in vitro. Hal ini ditujukan untuk mengoptimumkan produktivitas ternak unggul. Selain itu diperlakukan manajemen yang baik dalam pengadaan pakan ruminansia, hal ini dapat didukung oleh potensi-potensi daerah pertanian yang menjadikan daerah pertaniannya sebagai sumber pakan.
Sapi potong merupakan komoditi besar sekaligus unggulan dalam bidang peternakan, tetapi dalam hal ini bukan tidak mungkin daging sapi diigantikan dengan produk alternatif lain dalam mencukupi kebutuhan protein hewani. Pemenuhan kecukupan itu dapat bersumber pada ternak lain, misalnya daging kelinci, marmot, kambing, domba dan aneka unggas. Upaya-upaya percepatan swasembada daging tersebut memerlukan komitmen yang besar dari Dinas Peternakan untuk tetap fokus pada perkembangan peternakan di daerahnya. Hal lain yang menjadi faktor pendukung adalah dukungan pemerintah daerah yang dapat memberikan kebijakan yang sesuai bagi potensi peternakan yang berada di daerahnya.
Polka_BEM D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar