Rabu, 23 Juni 2010

BENTUK KEBANGKITAN PERTANIAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI CAFTADI ERA GLOBALISASI

BENTUK KEBANGKITAN PERTANIAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI CAFTADI ERA GLOBALISASI
Pada tanggal 1 januari 2010 telah diberlakukan aturan baru dalam perdagangan yaitu CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area). Dalam peraturan ini diberlakukan tarif 0% untuk biaya masuk dan keluar barang-barang dari suatu Negara ke Negara lain. peraturan ini dapat membuat peningkatan angka ekspor karena tidak berlakunya tariff biaya masuk suatu produk ke suatu Negara. Hal itu berarti bahwa pedagang dapat mengekspor produknya lebih banyak di suatu Negara. Dampak positif dari CAFTA adalah meningkatkan komoditas ekspor, meningkatkan daya saing suatu produk dengan produk lainnya yang sama jenisnya, meningkatkan kreativitas pedagang agar mampu bersaing dengan pedagang lainnya, dan meningkatkan efisiensi produksi suatu komoditas.
CAFTA diberlakukan untuk semua komoditas yang bernilai ekonomi, termasuk pertanian. Sebelum berlakunya CAFTA, pemerintah hanya mengandalkan impor produksi pertanian yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pertanian juga masih bersifat tradisional. Pertanian hanya dapat menghasilkan produk yang pas-pasan dari segi jumlah dan kualitas. Tidak ada perencanaan peningaktan produksi pertanian secara massal. Untuk menghadapi CAFTA, pemerintah mulai menggenjot produksi pertanian. Pemerintah memberikan berbagai subsidi untuk memudahkan produksi pertanian sehingga dapat bersaing di kancah perdagangan internasional. Pemerintah berkonsentrasi pada jumlah ekspor yang hanya bisa dilakukan oleh petani kaya yang mempunyai modal besar. Lalu bagaimana dengan petani yang tidak mampu melakukan ekspor?.
Program pemerintah dalam meningkatan produksi pertanian untuk ekspor tidaklah tepat dalam menangani urgensi persaingan komoditas pertanian di kancah internasional jika dilihat dari segi pemerataan keadilan. Pemerintah hanya memberikan kemudahan produksi bagi petani yang memiliki modal yang besar yang memiliki kans yang lebih besar untuk melakukan ekspor dan bersaing di kancah perdagangan internasional. Lalu bagaimana dengan nasib petani kita yang masih merupakan petani gurem yang tidak memiliki modal untuk mengembangkan investasi mereka?. Mereka tentunya akan kalah bersaing dengan petani modern yang memiliki modal lebih besar dalam pengembangan usaha mereka. Jika hal itu terjadi, maka sebenarnya CAFTA di bidang pertanian hanyalah surga bagi para petani kaya, dan neraka bagi para petani miskin.
Produk pertanian Indonesia belum mampu bersaing dengan produk luar negeri. Seharusnya pemerintah memberlakukan fair trade, bukan free trade. Dengan konsep fair trade, petani yang memiliki modal lebih besar melindungi petani kecil. Dengan fair trade, maka persaingan akan lebih teratur dan adil. petani yang memiliki modal besar bersaing dengan sesamanya, begitu juga dengan petani yang memiliki modal kecil. Selain itu, untuk meningkatkan konsumsi produk pertanian dalam negeri, pemerintah seharusnya memberlakukan perlindungan terhadap komoditas produk pertanian dari dalam negeri. Perlindungan diberikan dengan memberikan insentif dan disinsentif, seperti pemberian subsidi untuk bahan baku pertanian, pemberian kemudahan untuk melakukan ekspor ke luar negeri, dll. Namun selain itu yang paling penting adalah penggenjotan daya beli masyarakat dengan menanamkan kecintaan pada produk pertanian Indonesia.
Jika kebangkitan pertanian hanya berlaku bagi para petani kaya dan tidak berlaku untuk petani miskin, lalu apa sebenarnya makna kebangkitan pertanian yang sesungguhnya jika ada perbedaan perlakuan bagi setiap petani?. Apakah pemerintah memang benar melindungi petani dalam negeri?. Lalu apakah kita sebagai konsumen lebih memilih produk pertanian dalam negeri daripada luar negeri?. Dan, pertanyaan yang paling mendasar adalah, Apakah pertanian indonesia memang sudah benar-benar bangkit dalam menghadapi CAFTA?. Tentukan sikapmu sebagai mahasiswa pertanian yang merupakan bagian dari petani indonesia.
HIDUP MAHASISWA!.
CP:Finnuril Ilmy (081806954395)
Kadep Eksternal BEM Fakultas Pertanian IPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar