Rabu, 23 Juni 2010

PUBLIC SPEAKING
A.APA ARTI ”KOMUNIKASI” DALAM POLITIK ???
1. Komunikasi Politik ‘politisi bingung’
Langkah Marzuki, Ketua DPR RI yang menutup rapat kisruh di ruang Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan dengan agenda mendengarkan laporan Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century, di Jakarta pada Selasa siang, 3 Maret 2010 diprotes banyak pihak. Penutupan rapat secara sepihak ketika masih banyak anggota Dewan ingin berbicara, akhirnya membuat keributan di kalangan anggota Dewan. Padahal sebenarnya, ada cara yang lebih elegan dan demokratis yang dapat dilakukan Marzuki untuk keluar dari hujan interupsi dan perdebatan. Marzuki saat itu bisa saja men-skors rapat untuk forum lobi antarpimpinan fraksi. Dengan demikian, dia telah membagi kewenangannya dengan pimpinan lain, apalagi kepemimpinan di DPR bersifat kolektif kolegial.
Yudi Latif dari Reform Institute melihat, contoh kasus yang dialami Marzuki terkait erat masalah jam terbang politik. ”Banyak politisi (tidak hanya Marzuki) yang masih miskin jam terbang. Akibatnya, mereka sering kebingungan menghadapi dinamika politik yang cepat. Langkah politik mereka juga dapat dengan cepat dibaca pihak lain. Ini karena pengalaman menjadi salah satu faktor penting dalam politik,” kata Yudi. Masih terbatasnya jam terbang itu diduga juga membuat sejumlah politisi kesulitan membangun komunikasi politik di antara mereka atau dengan pihak lain.
Rendahnya kemampuan membangun komunikasi politik yang disebabkan oleh kurangnya jam terbang, menurut Yudi, pernah dialami PDI-P pada tahun 1999. Akibatnya, meski memenangi pemilihan umum, mereka saat itu gagal mengantarkan Megawati Soekarnoputri menjadi presiden. Kini, jangan sampai rakyat menonton langsung kegagalan wakilnya dalam memainkan peran yang santun dan elegan.

2. “Membaca” Komunikasi para Pemimpin Bangsa ini...
Dua presiden pertama Indonesia, Soekarno dan Soeharto, memiliki gaya komunikasi yang kontras. Hooker (Culture and Society in New Order Indonesia, 1993) membandingkan sekilas pidato mereka. Pidato Soekarno negosiabel, dialogis, personal, menggugah perasaan, memadukan ragam formal dan informal, empatik, eklektik (meramu gaya bicara terbaik tokoh-tokoh besar, termasuk mengutip ucapan-ucapan terkenal mereka), tetapi kurang tertata. Sedangkan pidato Soeharto tidak negosiabel, monologis, impersonal, datar, formal, ragam tinggi, terencana, tertata, dan repetitif.
Ada pun jenis komunikasi yang banyak dipilih oleh para Pemimpin bangsa kita kini adalah Komunikasi Formalisme. Lantas jika tirani formalisme terus dipelihara, apakah ini salah ???
Menurut Joos (1962) dalam mendefinisikan istilah ”formalisme”. Ia mengisyaratkan kemungkinan apabila keformalan diterapkan berlebihan, akan lahir suasana beku (frozen). Istilah formalisme pun ditawarkan untuk merujuk kesenangan berbicara dalam suasana serba formal: seremonial, serius, kaku, berjarak, datar, dan menegangkan. Suasana itu bahkan secara sadar dan sengaja diciptakan karena memberikan kenyamanan. Atas nama kesantunan, pengidap formalisme justru merasa terancam jika berada dalam suasana informal, egaliter, spontan, apa adanya.
Keformalan dan ketidakformalan berbahasa menyangkut dua kutub paling ekstrem, yaitu power (kuasa) dan solidarity (belarasa). Keformalan lebih berorientasi pada kuasa, sedangkan ketidakformalan bermotif bela rasa. Bahaya terbesar tirani formalisme adalah terbentuknya kepemimpinan otoriter, angker, monolitik, antidialog, tak demokratis, dan berjarak dari rakyat.
Masyarakat kini sedang memerlukan pemimpin yang tidak hanya prorakyat, tetapi juga merakyat. Dalam konteks ini, modus komunikasi sama pentingnya dengan supremasi hukum dan keadilan. Maka, tirani formalisme seyogianya dihindari agar tidak menuai petaka di kemudian hari. SBY-Boediono agaknya perlu mendengarkan Humboldt (1971), ”Pada mulanya manusia menciptakan bahasa, tetapi begitu bahasa tercipta, manusia terpenjara oleh ciptaannya sendiri.”
Pertanyaan selanjutnya…..memakai modus komunikasi apakah kita kini ?


3. ‘Memahami’ Pidato Politik Megawati
Sulit untuk menyangkal bahwa pidato politik Megawati dalam Kongres III Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Bali pada April 2010 lalu sangat memukau. Bahkan, beberapa pengamat yang hadir di sana mengatakan inilah pidato politik Megawati terbaik di antara semua pidato yang pernah dilakukannya. Isi pidato tidak hanya menohok partai berlambang banteng gemuk itu, tetapi juga menunjuk parpol-parpol yang ada saat ini.
Seakan menjawab polemik yang berkembang di media terhadap partai yang dipimpinnya, Mega memaparkan dengan bernas persoalan-persoalan bangsa saat ini, posisi PDI-P, dan otokritik terhadap partai yang dipimpinnya, serta sikap politik yang dipilih dalam menghadapi masa transisi partainya.
Setidaknya ada tiga hal menarik dalam isi pidatonya menurut Jaleswari Pramodhawardani Peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI dan Anggota Dewan Penasihat The Indonesian Institute. Pertama, Penegasan kembali jalan ideologis yang dipilih sebagai fondasi, arah, tujuan, sekaligus bingkai perjuangan. partainya. Megawati pun menyadari, pilihan ideologis ini tidaklah mudah. Mereka dihadapkan oleh tantangan internal partai, seperti kelangkaan kepemimpinan secara kualitas ataupun kuantitas. Serta tantangan eksternal pun tidak kalah peliknya, para parpol dihadapkan pada kondisi di mana rakyat antipartai dan anti-ideologi. Kedua, menekankan definisi dari oposisi yang bukan sekedar mengindikasikan sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah semata, akan tetapi posisi penyeimbang. Hal yang dimaksudkannya sebagai tawaran model pemerintahan alternatif. Ketiga, Megawati juga bicara akan pentingnya regenerasi di dalam partai. Persoalan regenerasi menjadi penting dalam masa transisi partai.
Pertanyaan pokoknya adalah formula seperti apa yang akan dibangun Para Parpol oposisi lain selain PDI-P (termasuk gerakan ekstraparlementer masyarakat sipil seperti Gerakan Mahasiswa) dalam mengimplementasikan posisi dan sikap politiknya ? Memilih untuk di luar kekuasaan bukanlah perkara mudah di antara sikap pragmatis partai yang ada selama ini. Kekuasaan pun sampai kini banyak ‘diperebutkan’ sebagai jalan pintas menuju akumulasi modal/uang. Karenanya, menjadi penyeimbang haruslah kuat dalam konsep dan praktiknya, selain itu ditunjang oleh anggaran yang diupayakan secara mandiri oleh partai. Pada kondisi di mana ongkos politik semakin mahal dan posisi di luar kekuasaan yang dipilih inilah para Parpol oposisi harus bekerja keras untuk membangun dan mewujudkannya. Proses ini tentunya sangat membutuhkan KOMUNIKASI POLITIK yang cerdas sekaligus elegan!


4. Sekgab, Kebuntuan atau Jalan Keluar sulitnya Komunikasi Politik????
“Rujuknya” politik antarpartai anggota koalisi pendukung pemerintahan kini cukup membuat publik ‘tercengang’ pasca kisruhnya mereka di arena ‘century’. Enam partai koalisi pendukung pemerintahan sepakat membentuk sekretariat gabungan pada 6 Mei 2010 lalu. Hal ini secara positif menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Kacung Marijan, keberadaan Sekgab Koalisi Parpol pendukung pemerintah memang diperlukan sebagai terobosan dalam sistem tata negara Indonesia yang tidak jelas saat ini. Meskipun sistem pemerintahan yang dianut adalah presidensial, dominasi kekuatan parlemen cukup kuat. Kita terus berhadapan dengan kebuntuan (deadlock) antara DPR dan pemerintahan. Oleh karenanya Fungsi Sekgab pun tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan Presiden dan Wakil Presiden dari pemakzulan atau mempertahankan kekuasaan hingga 2014, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk koordinasi kebijakan strategis pemerintah.
Di dalam sistem presidensial, presiden dari partai minoritas dapat saja membentuk pemerintahan tanpa koalisi. Namun, dia dapat menghadapi masalah dalam menjalankan proses pemerintahan karena ia memerlukan dukungan lembaga legislatif. Di sini ada keperluan yang jelas untuk membangun koalisi. Hanya saja tujuan utamanya bukan pada terbentuk atau tidak terbentuknya pemerintahan, melainkan untuk mengamankan jalannya roda pemerintahan. Karena itu, koalisi dalam sistem presidensial memiliki makna sedikit berbeda dibanding sistem parlementer.
Koalisi dalam sistem presidensial adalah realitas politik yang tidak dapat dipungkiri. Ketimbang mengutuknya, lebih baik mencari jalan agar koalisi yang terbangun bukan berdasarkan sikap pragmatisme semata para parpol koalisi untuk mendapatkan keuntungan dan melupakan amanat dari rakyat yang mereka pikul kini, apalagi membentuk gabungan kekuatan dalam rangka ‘membungkam’ kebenaran dan keadilan di negeri ini. Presiden dan barisan koalisinya harus bekerja lebih keras untuk memastikan bahwa mereka memiliki cukup dukungan di DPR untuk meloloskan berbagai kebijakan yang menjadi agenda eksekutif, dan tentunya sesuai dengan konsesus pencapaian kesejahteraan rakyat secara masif. Hal ini pun menekankan kembali bahwa koalisi partai yang mendukung Presiden tidak otomatis selalu jadi pendukung agenda Presiden di DPR. Dengan kata lain koalisi jangan dijadikan komunikasi politik dalam proses ‘transaksi’ kepentingan para elit.
PUBLIC SPEAKing
B. TEKNIK LOBI DAN NEGOSIASI
Negoisasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai
kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.

Modal-modal dalam proses Negoisasi antara lain :

Jenis Lobi atau Negoisasi :
 Eksplorasi dana
 Politik
 Advokasi
 Personal
 Ekonomi/bisnis




Bentuk Negosiasi
A. Positional base
(bertumpu pada posisi: bersifat ideologi) merupakan teknik yang bersifat kompetitif. Terdapat 2 cara dalam teknik ini yaitu:
Lunak: menganggap lawan bicara sebagai teman (kesepakatan)
Karakteristik teknik ini adalah:
- Memberi konsesi untuk membina hubungan
- Mempercayai perunding lawan
- Menerima untuk ditekan
– Keras: menganggap lawan bicara sebagai pesaing.
Karakteristik teknik ini adalah:
- Untuk kemenangan
- Menuntut konsesi sebagai prasyarat
- Memberikan tekanan

B. Interest base
bertumpu pada kepentingan (bersifat prinsipil)
Karakteristik teknik ini adalah:
- Perunding sebagai pemecah masalah
- Perundingan mencerminkan kebutuhan berbagai pihak
- Lunak terhadap perunding, keras terhadap masalah
- Fokus pada kepentingan, bukan pada posisi
- Menggali pilihan semaksimal mungkin untuk mencapai hasil
- Mendayagunakan argumentasi dan alasan
- Bersifat terbuka pada argumentasi perunding lain

LANGKAH PERSIAPAN
• Sediakan waktu khusus untuk melakukan persiapan, baik pribadi maupun kelompok (membuat proposal atau ringkasan ide)
• Kumpulkan informasi positif dan negatif terkait dengan objek lobi dan Negosiasi (menyusun data yang diperlukan)
• Pelajari peraturan2 yang mendukung argumentasi
• Tentukan perangkat-perangkat negosiasi ( Ketua/Koord Lapangan, juru bicara, dll)
• Memilih strategi yang tepat (Menetukan lokasi, Mengatur tempat duduk, menentukan suasana yang tepat)
• Pastikan anda dalam kondisi sehat
• Tentukan target keberhasilan





LANGKAH PELAKSANAAN
• Antisipasi suasana( anda harus orang yang tegas dan tidak ragu-ragu, atur intonasi suara, kapan harus rendah, sedang, bahkan keras, anda ingin agresif or defensif)
• Membaca pertanda non verbal (gerak tubuh, mimik muka, gerak mata)
- Menyilangkan tangan atau kaki menunjukkan sifat defensif, bersandar ke belakang cermin kebosanan.
- Gerak kecil tubuh, seperti ragu-ragu atau tidak bisa diam pertanda tidak yakin
- Mengangkat alis tanda terkejut.
- Kontak mata adalah sumber informasi penting: anggota itu suka saling melirik bila sampai pada pokok bahasan penting.
• Membaca isyarat dasar ( Menentukan posisi, memperkuat posisi kita, mempertahankan posisi)
• Siap akan kemungkinan terburuk





RENCANA-RENCANA STRATEGIS :
MENENTUKAN POSISI
Proses negosiasi bisa mulai serius sesudah masing-masing tim menjajaki posisi mereka setelah mendengar usulan pihak lawan. Mulailah menuju kepada kesepakatan yang bisa diterima bersama setelah kedua pihak menilai posisi mereka.
MEMPERKUAT POSISI
Setelah mendengar usulan lawan, kita perlu menilai kembali strategi atau taktik untuk mempertahankan posisi tawar-menawar yang kuat. Cari kesamaan kepentingan, hal-hal yang bisa kita berikan. Pertimbangakan apakah ada perbedaan besar diatara kedua kasus sehingga kita perlu menyiapkan usulan tandingan, atau perlukah melakukan penyesuaian untuk memperkuat posisi sebelum tahap tawar-menawar dan perdebatan.
MEMPERKUAT POSISI KITA
Mendapat posisi di atas angin dalam negosiasi mengharuskan kita segera mengajukan argumen. Sampaikan sejumlah argumen yang relevan untuk memperkuat posisi sehingga lawan mengakui kekuatan dan kelengkapan kasus kita.
MEMPERTAHANKAN POSISI
Kekuatan adalah keKuasaan, yang bisa digunakan untuk mempengaruhi hasil negosiasi. Setelah menyampikan argumen yang kuat, pertahankan posisi kita dengan mengingatkan lawan akan kerugian yagn timbul bila menolak usulan kita. Buatlah agar pihak lain semudah mungkin mengubah posisi. Hal ini akan membantu memperkuat hubungan dan menghindari kemacetan.



Menutup Lobi/Negosiasi


Membuat konsesi/kesepakatan

Teknik jika harus melakukan Konsesi

Bila terpaksa membuat konsesi (kesepakatan bersama), lihat kepentingan jangka panjangnya. Usahakan situasi tetap terkendali dengan cara:
a. Menimbang sebesar apa hasil yang kita perlukan, nilai yang kita serahkan tidak lebih besar dari konsesi pihak lawan.
b. Berkompromi tanpa kehilangan muka. Misalnya, bila kita harus mundur dari keputusan akhir, kita bisa katakan, “Karena Anda mengubah pendirian dalam hal…, kami akan ubah pendirian kami dalam…”.
• Membahas Syarat-Syarat
• Menutup Lobi/Negosiasi (Memfokuskan diri, pastikan bahwa kita tidak terbawa taktik lawan, tutup ketika suasana pembicaraan sedang datar dan tidak meninggi)







Parameter Keberhasilan

• Semua rencana kita sukses, sesuai dengan target yang telah ditentukan sebelumya.
• Mampu mengendalikan forum lobi/negosiasi
• Win-win Solution
• Tidak ada tekanan tertentu pasca lobi





Salam Juang untuk Pejuang IPB Political School

Dalam proses politik di dunia nyata, tak jarang ‘pesan’ yang ingin kita sampaikan justru tidak sesuai dengan tujuan di awal bahkan ada yang tak sungkan-sungkan untuk ‘mengorbankan’ orang lain dalam rangka mencapai tujuannya. Sebagai kalangan intelektual pun, seringkali mahasiswa atau pun para professional kesulitan menjadikan kebenaran dalam dunia intelektual sebagai keputusan dalam politik. Hal ini mungkin saja mengindikasikan bahwa kemampuan Public Speaking kususnya Komunikasi Politik yang dimiliki masih relatif minim.

Pada pertemuan ke-tiga ini IPB Political School membahas materi terkait “Public Speaking” dalam konteks politik tentunya. Materi yang terkait dengan penyampaian teknik berbicara di depan public, penyampaian teknik menyampaikan ide/gagasan, serta menyampaikan Teknik Berbicara agar menariik. Semua point yang akan disampaikan pembicara tersebut bertujuan agar peserta IPS mengerti dan mengetahui berbagai macam Teknik Public Speaking dengan baik. Sehingga diharapkan dapat menambah softskill peserta IPS yang mayoritas merupakan para anggota Kastrad Fakultas/KM/TPB juga.

Khusus pada modul materi panduan IPS ke-tiga ini kita awali dengan contoh-contoh kasus riil terkait dampak dan proses komunikasi di dunia politik. Hal tersebut diharapkan dapat ‘membuka’ pandangan sekaligus wawasan peserta IPS terkait kondisi komunikasi politik yang nyata. Selain itu akan dibahas pula teknik lobi dan negoisasi. Salah satu bentuk komunikasi politik yang seringkali dilakukan oleh para aktor politik dalam rangka mencapai tujuannya.
Akhir kata semoga bermanfaat, terimakasih atas perhatian dan partisipasinya.

Salam cinta atas nama Rakyat dan Pertanian Indonesia, Hidup Mahasiswa!
Hormat Kami,
Kebijakan Nasional dan IPB Social Politic Center, BEM KM IPB 2010.


Notulensi IPB Political School III (Public Speaking)

Hari pelaksanaan :
Tanggal pelaksanaan :
Waktu :
Pembicara :

Pembahasan materi secara umum:












Rekomendasi terkait materi dari pembicara (point-point utamanya):











• POST TEST : 1. Apakah kamu merasa mendapat ilmu atau pemahaman baru terkait materi
Public Speaking? Ya/Tidak* (*NB: Coret yang tidak dipilih)
2. Jika tidak, mengapa (tolong jelaskan serta sampaikan saran dan kritik untuk
panitia IPS…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………

Mengetahui Ketua IPB Political School 2010 :


Novya Azhari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar