Rabu, 23 Juni 2010

Pemuda Dalam Pusara Peradaban

Wacana kebangsaan tidak pernah lepas dari bingkai kepemudaan. Tinta emas sejarah telah menggoreskan titah-titah perjuangan pemuda dalam semangat berkontribusi untuk bangsa. Di dalam setiap cerita perjuangan, pemuda selalu tampil di tengah kemelut zaman yang bergelora penuh dinamika. Peluh keringat yang membasahi sekujur tubuh adalah hal biasa bagi mereka. Pergumulan pemikiran adalah ajang elaborasi diskusi demi memberi yang terbaik bagi eksistensi bangsa ini. Rentang sejarah perjalanan pemuda telah banyak menggariskan fondasi awal membangun peradaban Indonesia yang maju, sejahtera dan berkeadilan. Bagi pemuda, perubahan adalah harga pasti yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Meski bayang teror dan dinginya jeruji besi sudah siap meghadang di depan mata pemuda, seolah hal tersebut tidak ada artinya apa-apa dibandingkan dengan ambisinya yang membuncah agar Indonesia terbebas dari segala bentuk ketidakadilan. Revolusi adalah harga mati demi terciptanya perubahan di kaki Ibu Pertiwi. Meskipun untuk itu nyawa yang menjadi taruhannya. Pekikan lantang orasidari pemuda selalu terdengarmembahana mengingatkan penguasa di atas menara gading agar kembali membumi di bawah pangkuan rakyatnya. Senandung mereka selalu memerahkan telinga para pejabat lalim yang mnyembunyikan belangnya di balik nama kekuasaan.
Perputaran zaman membawa pemuda dalam relung-relung peradaban. Cakrawala berifikir pemuda sudah melintasi isme-isme primordial yang selama ini menyekat kesatuan perjuangan mereka. Alur pergerakan pemuda selalu diikuti dengan pola-pola yang dinamis dan progresif sehingga membawa warna baru bagi kecerahan mimpi Indonesia ke depan. Semangat pemuda yang begitu tinggi laksana gardu pembangkit yang mampu meledakan kekeringan dan kejumudan oase bernalar di tengah arus zaman yang cukup ambigu untuk ditapaki. Mimpi-mimpi perubahan dan pembaharuan seakan tak pernah mati dari imajinasi pemuda. Arus kebangkitan yang selalu digaungkan oleh pemuda memperjelas tabir yang berusaha dibuka untuk membuka keran kejumudan penguasa lalim yang asyik bertengger di atas menara gading.
Dalam setiap zaman, pemuda selalu hadir dengan ceritanya masing-masing. Ketika kita kembali membuka lembar-lembar sejarah pemuda selalu lantang meneriakan kebebasan dan keadilan. Karena pada hakikatnya pemuda adalah sosok “pemberontak” yang tidak terkekang oleh situasi dan kondisi apapun. Sosok pemuda selalu mengawal bahkan berkonfrontasi terhadap bentuk-bentuk penindasan yang dilakukan penguasa yang semena-mena terhadap rakyat biasa. Meski cucuran darah harus menetes dari pori-pori kulit, semangat pemuda tidak pernah luntur di bawah kaki peguasa. Semangat berjuang dan berkontribusi untuk hidup yang lebih baik menjadi jargon bersama para pemuda.
Dewasa ini, di tengah arus globaisasi yang memborbardir makna kedaulatan, pemuda seolah kehilangan orientasi untuk membangun kejayaan negeri ini. Pemuda hanya terpaku pada persoalan-persoalan pragmatis yang melenakan. Banyak waktu dan energi yang terbuang hanya untuk mengurusi hal-hal sepele yang tidak merubah apa-apa. Sikap hedonis, materalistik, pragmatis, eksklusif, apatis, dan individulis telah banyak meracuni pemuda yang notabene merupakan genarsi penerus bagi keberlanjutan bangsa ini. Kekerasan, pertikaian, pornografi seolah menjadi indikator baku yang memproyeksiankarakter pemuda saat ini. Padahal tantangan zaman ke depan begitu besar. Pemuda Indonesia menjadi gagap dan kehilangan spirit ketika harus membuka tabir peradaban bangsanya sendiri. Pemuda sekarang seolah menjadi asing dengan persoalan-persoalan sosial yang ada di sekitar mereka seperti kemiskinan, kelaparan, pengangguran, dan kesewenag-wenangan Matanya seolah buta ketika harus melihat penderitaan rakyat yang ada persis di hadapan mereka. Telinganya seolah tuli untuk mendengar aspirasi dan kritik dari masyarakat. Mulutnya seakan gagap dan ragu katika harus melantangkan kesejahteran dan keadilan bagi rakyat.
Pemuda sekarang hanya suka hal-hal yang bersifat pragmatis. Makna proses menjadi hal yang tabu untuk untuk diperbincangkan dihadapan umum. Fakta membuktikan bahwa pemuda sekarang teramat senang dengan sesuatu yang serba instan. Menurut mereka, kalau bisa cepat kenapa harus menunggu lama meskipun untuk itu harus melanggar aturan yang ada. Hal itu dapat dengan mudah kita lihat dengan semakin maraknya ajang-ajang idola semu di media televisi. Maknakesuksesanmenjadi ambigu karena proses bukanlah hal yang absurd dalam kontes tersebut. Kesuksesan dibangun di atas fondasi popularitas semu akibat drama dan kontroversi. Inilah cerminan rill dari kondisi pemuda saat ini. Kesuksesan diukur atas dasar popolaritas yang diperoleh secara instan, bukan atas dasar keseriusan poses. Maka, jadilah kita sebagai bangsa yang serba instan dalam melihat dan menyelesaikan persoalan bangsa.
Perjalanan waktu yang begitu penuh dinamika, seharusnya menyadarkan pemuda tentang hakikat berbangsa dan bernegara. Di tangan pemudalah sebuah amanah peradaban baru dibebankan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terlalu besar untuk dikerdilkan oleh pemikiran pemuda yang sempit. Jika pemuda dahulu di masa perjuangan mampu berjuang mempersatukan seluruh pemuda di atas sebuah panji nasionalisme, lalu kenapa di era globalisasi kini, eksistensi pemuda kian dipertnyakan?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar